How to Rule of personal icome tax

 



Aspirasi untuk Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X


Salam sejahtera,


Perkenankan saya, rakyat biasa dari negeri ini, menyampaikan aspirasi kepada Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X. Terinspirasi oleh semangat yang selalu mendambakan kesejahteraan rakyat, saya ingin menyuarakan keresahan hati atas dua hal yang kini membayangi negeri ini: pengangguran dan inflasi.




Seperti yang kita rasakan bersama, Yang Mulia, bayang-bayang pengangguran kian menghantui. Banyak saudara-saudari kita yang kehilangan pekerjaan, berjuang mencari nafkah di tengah gejolak ekonomi yang tak menentu. Di sisi lain, inflasi bagaikan api yang perlahan melalap daya beli rakyat. Harga kebutuhan pokok kian melambung, menggerus pendapatan dan menghimpit kehidupan masyarakat.






Keuntungan Menindaklanjuti RUU Pengentasan Pengangguran dan Inflasi bagi Anggota DPR RI Komisi X

Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X yang terhormat,


Menindaklanjuti RUU pengentasan pengangguran dan inflasi akan memberikan banyak keuntungan bagi Anda, baik secara pribadi maupun bagi bangsa dan negara. Berikut beberapa keuntungannya:


1. Meningkatnya Dukungan Rakyat:


Masyarakat yang merasakan manfaat dari RUU ini akan memberikan dukungan penuh kepada Anda.


Hal ini dapat meningkatkan elektabilitas Anda dalam pemilu mendatang.


2. Citra Positif sebagai Pejuang Rakyat:


Anda akan dikenal sebagai sosok yang peduli terhadap nasib rakyat dan selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.



Citra positif ini akan mengantarkan Anda pada karir politik yang gemilang.


3. Kontribusi Nyata bagi Pembangunan Bangsa:


Pengentasan pengangguran dan inflasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing bangsa.


Kontribusi wakil rakyat dalam hal ini akan menjadi sejarah yang terukir dalam catatan bangsa.



4. Membuka Peluang Baru:


RUU ini dapat membuka peluang baru bagi investasi dan penciptaan lapangan kerja.


Hal ini akan memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia.



5. Meningkatkan Kualitas Hidup Rakyat:


Dengan terbebas dari pengangguran dan inflasi, rakyat akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik.


Hal ini akan membawa kebahagiaan dan kedamaian bagi seluruh bangsa.



6. Membangun Legasi yang Membanggakan:


Kontribusi WNI dalam pengentasan pengangguran dan inflasi akan menjadi warisan yang membanggakan bagi anak cucu.


Nama Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X akan selalu dikenang sebagai pahlawan bangsa.



7. Memicu Efek Domino Positif:


Keberhasilan RUU ini akan memicu efek domino positif di berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan sosial.

Hal ini akan membawa kemajuan yang pesat bagi seluruh bangsa.



8. Menjadikan Indonesia Bangsa yang Kuat dan Sejahtera:


Pengentasan pengangguran dan inflasi akan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang kuat dan sejahtera.


Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X akan menjadi bagian dari sejarah gemilang bangsa ini.


Marilah kita bersama-sama berjuang untuk mewujudkan cita-cita mulia ini.






Sebagai rakyat yang cinta tanah air, saya tergerak untuk mencari solusi. Salah satu jalan yang saya yakini adalah dengan meningkatkan devisa negara melalui pertumbuhan perusahaan Tbk.





Perusahaan Tbk, sebagai salah satu pilar ekonomi bangsa, memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan negara. Dengan memberikan ruang bagi mereka untuk berkembang dan meraih keuntungan yang wajar, negara akan mendapatkan manfaat dalam bentuk pajak dan kontribusi lainnya.




Namun, keuntungan perusahaan Tbk tidak boleh hanya dinikmati segelintir orang. Kita perlu memastikan bahwa keuntungan tersebut diputar kembali untuk rakyat.




Caranya? Dengan mendorong partisipasi rakyat dalam investasi di perusahaan Tbk.



Saya yakin, dengan membuka akses bagi rakyat untuk berinvestasi di perusahaan yang tepat, kita dapat bersama-sama membangun ketahanan ekonomi bangsa.



Sebagai contoh, saya ingin mengajak Yang Mulia untuk mempertimbangkan investasi di perusahaan Tbk yang bergerak di bidang produksi cokelat. Saat ini, kakao dan gula pasir tergolong langka, sehingga bisnis cokelat memiliki prospek yang cerah.



Berikut beberapa perusahaan Tbk yang patut dipertimbangkan:


PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO)

PT Bumi Teknokultura Unggul Tbk (BTEK)

PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP)


Dengan berinvestasi di perusahaan-perusahaan ini, rakyat tidak hanya akan mendapatkan keuntungan finansial, tetapi juga berkontribusi dalam memperkuat industri cokelat nasional.




Kolaborasi strategis antara PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Indosat Tbk (ISAT) merupakan langkah gemilang dalam mempercepat kemajuan kawasan KEK.


Sinergi AMMN dan ISAT akan membuka gerbang peluang investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan KEK.





Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X sebangsa dan setanah air,


Hari ini, saya mendukung Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X sebagai penjaga kepentingan rakyat.


Terlalu lama kita terbelenggu dalam siklus pengangguran yang tak henti-hentinya.


Kebijakan moneter yang menaikkan suku bunga acuan, bagaikan batu rintangan yang menghambat laju kemajuan bangsa.


Bank Sentral, yang seharusnya menjadi penjaga stabilitas ekonomi, justru menjadi algojo bagi rakyat.


Mari kita rempah-rempahkan regulasi yang ada!


Pertama, WNI perlu regulasi yang tepat guna.


Kedua, kuatkan peran Bank Sentral dalam menjadikan suku bunga negatif!







Alasan Perlunya Revisi UU No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (UU Bank Sentral) memang perlu direvisi untuk beberapa alasan, antara lain:


1. Dinamika Ekonomi:


Perekonomian global dan Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan sejak UU Bank Sentral disahkan pada tahun 1968.


Perkembangan teknologi, globalisasi, dan krisis keuangan menuntut Bank Sentral untuk memiliki kewenangan dan fleksibilitas yang lebih luas dalam menjalankan tugasnya.


UU Bank Sentral saat ini dianggap kurang adaptif terhadap perubahan-perubahan tersebut dan membatasi kemampuan Bank Sentral dalam menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan.



2. Kebijakan Suku Bunga Negatif:


UU Bank Sentral saat ini tidak secara eksplisit mengatur tentang kebijakan suku bunga negatif.

Beberapa negara telah menerapkan kebijakan suku bunga negatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mencegah deflasi.

Jika Indonesia ingin menerapkan kebijakan suku bunga negatif, diperlukan revisi UU Bank Sentral untuk memberikan dasar hukum yang jelas.



3. Penguatan Akuntabilitas dan Transparansi:


UU Bank Sentral saat ini dianggap kurang kuat dalam mengatur akuntabilitas dan transparansi Bank Sentral.

Diperlukan revisi untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas Bank Sentral kepada publik.

Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap Bank Sentral dan memastikan bahwa Bank Sentral menjalankan tugasnya secara bertanggung jawab.


4. Penyesuaian dengan Standar Internasional:


UU Bank Sentral perlu disesuaikan dengan standar internasional yang mengatur tentang bank sentral, seperti Basel Accords.

Hal ini penting untuk meningkatkan harmonisasi regulasi keuangan dan memperkuat integrasi Indonesia dengan sistem keuangan global.



5. Memperkuat Peran Bank Sentral dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan:


UU Bank Sentral perlu diperkuat untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Bank Sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

Hal ini termasuk kewenangan untuk melakukan intervensi di pasar keuangan, seperti makroprudensial dan resolusi krisis.



6. Memperjelas Tujuan Bank Sentral:


UU Bank Sentral perlu diperjelas untuk memperkuat fokus Bank Sentral pada stabilitas moneter dan sistem keuangan.

Hal ini penting untuk menghindari intervensi Bank Sentral dalam kebijakan fiskal atau tujuan politik lainnya.



7. Meningkatkan Efektivitas Kebijakan Moneter:


UU Bank Sentral perlu direvisi untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter Bank Sentral.

Hal ini termasuk memperkuat kerangka kerja kebijakan moneter dan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah.



8. Memperkuat Independensi Bank Sentral:


UU Bank Sentral perlu direvisi untuk memperkuat independensi Bank Sentral dari pengaruh politik.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa Bank Sentral dapat menjalankan tugasnya secara objektif dan profesional.




Kesimpulan:


Revisi UU Bank Sentral diperlukan untuk memperkuat peran Bank Sentral dalam menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Revisi ini juga perlu mempertimbangkan perkembangan ekonomi global, standar internasional, dan kebutuhan untuk menerapkan kebijakan suku bunga negatif jika diperlukan.




Catatan:


Perlu dilakukan kajian mendalam untuk menyusun revisi UU Bank Sentral yang komprehensif dan koheren.



Revisi UU Bank Sentral harus melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Bank Sentral, pemerintah, parlemen, akademisi, dan masyarakat sipil.



Penting untuk memastikan bahwa revisi UU Bank Sentral tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.







Ketiga, turunkan pajak perusahaan Tbk hingga di bawah 3%!





Kepentingan Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X untuk Mengatur UU Menurunkan Pajak Perusahaan Tbk hingga di Bawah 3%

Berikut adalah beberapa kepentingan yang mungkin dimiliki oleh Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X untuk mengatur UU menurunkan pajak perusahaan Tbk hingga di bawah 3%:


1. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi:


Menurunkan pajak perusahaan Tbk diharapkan dapat mendorong investasi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Hal ini dapat bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan dengan meningkatkan pendapatan dan taraf hidup.



2. Meningkatkan Daya Saing Perusahaan:


Pajak yang lebih rendah dapat membuat perusahaan Tbk Indonesia lebih kompetitif di pasar global.

Hal ini dapat menarik investasi asing dan membantu perusahaan Indonesia untuk bersaing dengan perusahaan dari negara lain.



3. Meningkatkan Penerimaan Pajak:


Paradoksnya, menurunkan pajak perusahaan Tbk justru dapat meningkatkan penerimaan pajak secara keseluruhan.


Hal ini dapat terjadi karena perusahaan yang lebih menguntungkan akan membayar lebih banyak pajak secara keseluruhan, meskipun tarif pajaknya lebih rendah.


4. Mendukung Industri Tertentu:


Pemerintah dapat memberikan insentif pajak yang lebih rendah kepada industri-industri tertentu yang ingin dikembangkan.

Hal ini dapat membantu industri tersebut untuk tumbuh dan berkembang, dan menciptakan lapangan kerja di sektor-sektor tersebut.


5. Mendorong Kepatuhan Pajak:


Tarif pajak yang lebih rendah dapat mendorong perusahaan Tbk untuk lebih patuh dalam membayar pajak.

Hal ini dapat meningkatkan kepatuhan pajak secara keseluruhan dan meningkatkan penerimaan pajak bagi pemerintah.


6. Memenuhi Janji Politik:


Beberapa anggota DPR RI mungkin telah berjanji kepada konstituen mereka untuk menurunkan pajak perusahaan Tbk selama kampanye pemilihan umum.

Menurunkan pajak perusahaan Tbk dapat membantu mereka untuk memenuhi janji politik tersebut.


7. Kepentingan Pribadi:


Beberapa anggota DPR RI mungkin memiliki kepentingan pribadi dalam menurunkan pajak perusahaan Tbk.

Hal ini dapat terjadi jika mereka memiliki investasi di perusahaan Tbk atau memiliki hubungan dekat dengan pemilik perusahaan Tbk.

Penting untuk dicatat bahwa ini hanyalah beberapa kemungkinan kepentingan yang mungkin dimiliki oleh Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X. Kepentingan yang sebenarnya mungkin berbeda-beda tergantung pada individu dan situasi masing-masing.









Keempat, naikkan pajak penghasilan individu menjadi 45%!








Skema Contoh Proses Pengesahan RUU dan RKUHP oleh Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X dalam Menaikkan Pajak Penghasilan Individu Menjadi 45% agar Fitur QRIS Tepat Sasaran dalam Menyerap RAPBN

Tahap 1: Persiapan


Inisiasi RUU dan RKUHP:

RUU dan RKUHP dapat diinisiasi oleh Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X secara individu atau oleh fraksi.

RUU dan RKUHP harus memuat substansi yang jelas dan terukur mengenai kenaikan pajak penghasilan individu menjadi 45% dan mekanisme QRIS untuk menyerap RAPBN.

Konsultasi dan Penelitian:

Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X melakukan konsultasi dengan berbagai pihak, termasuk akademisi, pakar hukum, dan masyarakat sipil, untuk mendapatkan masukan dan saran terhadap RUU dan RKUHP.

Melakukan penelitian mendalam untuk memastikan bahwa RUU dan RKUHP memiliki dasar empiris yang kuat dan sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.

Koordinasi dengan Kementerian Keuangan:

Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk membahas implikasi fiskal dan teknis dari RUU dan RKUHP.

Memastikan bahwa RUU dan RKUHP selaras dengan kebijakan fiskal dan moneter pemerintah.

Tahap 2: Pembahasan di DPR RI


Penyerahan RUU dan RKUHP:

RUU dan RKUHP diajukan kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk diproses lebih lanjut.

Pembentukan Panitia Kerja (Panja):

Baleg DPR RI membentuk Panja yang beranggotakan perwakilan dari Komisi X dan Komisi terkait lainnya untuk membahas RUU dan RKUHP secara mendalam.

Pembahasan RUU dan RKUHP di Panja:

Panja melakukan pembahasan RUU dan RKUHP secara menyeluruh, pasal demi pasal, dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak.

Panja dapat mengundang pakar dan pemangku kepentingan untuk memberikan keterangan dan saran.


Penyusunan Laporan Panja:


Panja menyusun laporan yang berisi hasil pembahasan RUU dan RKUHP, termasuk rekomendasi perubahan atau penambahan pasal.


Tahap 3: Penetapan RUU dan RKUHP menjadi Undang-Undang


Pembacaan I RUU dan RKUHP:

RUU dan RKUHP dibacakan pertama kali dalam rapat paripurna DPR RI.

Pada tahap ini, anggota DPR RI dapat menyampaikan pandangan umum terhadap RUU dan RKUHP.

Pembahasan RUU dan RKUHP di Komisi X:

RUU dan RKUHP dibahas di Komisi X secara mendalam, dengan mempertimbangkan laporan Panja dan masukan dari anggota DPR RI.

Penyusunan Laporan Komisi X:

Komisi X menyusun laporan yang berisi hasil pembahasan RUU dan RKUHP, termasuk rekomendasi perubahan atau penambahan pasal.

Pembacaan II RUU dan RKUHP:

RUU dan RKUHP dibacakan kedua kali dalam rapat paripurna DPR RI.

Pada tahap ini, anggota DPR RI dapat menyampaikan pandangan fraksi terhadap RUU dan RKUHP.

Pembahasan RUU dan RKUHP Pasal demi Pasal:

RUU dan RKUHP dibahas pasal demi pasal dalam rapat paripurna DPR RI.

Pada tahap ini, anggota DPR RI dapat mengusulkan perubahan atau penambahan pasal.

Pembacaan III RUU dan RKUHP:

RUU dan RKUHP dibacakan ketiga kali dalam rapat paripurna DPR RI.

Pada tahap ini, anggota DPR RI melakukan pemungutan suara untuk menentukan apakah RUU dan RKUHP diterima atau ditolak.

Penetapan RUU dan RKUHP menjadi Undang-Undang:

Jika RUU dan RKUHP diterima oleh mayoritas anggota DPR RI, maka RUU dan RKUHP ditetapkan menjadi Undang-Undang.


Undang-Undang tersebut kemudian dikirimkan kepada Presiden untuk ditandatangani dan diundangkan.




Tahap 4: Implementasi dan Monitoring


Penyusunan Peraturan Pemerintah:

Pemerintah menyusun Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur pelaksanaan Undang-Undang tersebut.

PP harus memuat ketentuan yang rinci dan jelas mengenai kenaikan pajak penghasilan individu dan mekanisme QRIS







Daftar RUU yang Dapat Memperkuat Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)

Berikut adalah daftar RUU yang dapat memperkuat UU PPh, khususnya terkait dengan kenaikan pajak penghasilan individu (PPh Orang Pribadi) dan mekanisme QRIS:


1. RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP):


RUU ini mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan di Indonesia, termasuk ketentuan tentang PPh.

Penguatan RUU KUP dapat dilakukan dengan:

Memperjelas definisi dan klasifikasi penghasilan kena pajak (PKP) PPh Orang Pribadi.

Memperluas basis pajak PPh Orang Pribadi dengan memasukkan penghasilan dari sumber-sumber baru, seperti:

Penghasilan dari transaksi digital

Penghasilan dari investasi di luar negeri

Penghasilan dari warisan dan hibah

Memperkuat sistem pemungutan pajak PPh Orang Pribadi, termasuk:

Memperluas penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Meningkatkan kepatuhan wajib pajak

Memperkuat pengawasan dan penegakan hukum pajak




2. RUU tentang Pajak dan Retribusi Daerah:


RUU ini mengatur tentang pajak dan retribusi daerah, termasuk pajak penghasilan daerah (PPhD).

Penguatan RUU ini dapat dilakukan dengan:

Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan PPhD.

Memperkuat sistem pemungutan PPhD di daerah.

Memastikan bahwa PPhD digunakan untuk membiayai pembangunan daerah secara efektif dan efisien.




3. RUU tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB):


RUU ini mengatur tentang BPHTB, yang merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Penguatan RUU ini dapat dilakukan dengan:

Memperluas basis pajak BPHTB dengan memasukkan perolehan hak atas tanah dan bangunan yang belum dikenakan pajak.

Meningkatkan tarif BPHTB untuk properti mewah.

Memperkuat sistem pemungutan BPHTB.




4. RUU tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN):


RUU ini mengatur tentang PPN, yang merupakan pajak yang dikenakan atas peredaran barang dan jasa.

Penguatan RUU ini dapat dilakukan dengan:

Memperluas basis pajak PPN dengan memasukkan barang dan jasa yang belum dikenakan pajak.

Meningkatkan tarif PPN untuk barang dan jasa tertentu.

Memperkuat sistem pemungutan PPN.




5. RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:


RUU ini mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Penguatan RUU ini dapat dilakukan dengan:

Memperkuat ketentuan tentang penyuapan dan gratifikasi.

Memperkuat mekanisme penegakan hukum tindak pidana korupsi.

Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Penting untuk dicatat bahwa daftar ini hanya contoh dan masih banyak RUU lain yang dapat memperkuat UU PPh.


Selain itu, perlu diingat bahwa penguatan UU PPh harus dilakukan secara komprehensif dan terencana.


Penguatan UU PPh harus selaras dengan kebijakan fiskal dan moneter pemerintah serta dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia.








Langkah-langkah ini untuk membangkitkan semangat wirausaha dan membuka lapangan kerja baru bagi rakyat.


Mari kita ingat, rakyat adalah sumber kekuatan bangsa.


Tanpa rakyat, bangsa ini tak ubahnya seekor singa yang kehilangan cakarnya.









Kegiatan rutin oleh oknum wakil rakyat yang bisa menghambat alokasi RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk pendidikan, khususnya bagi WNI yang berinvestasi di perusahaan terbuka (Tbk) yang bergerak di bidang produksi cokelat dan gula pasir, bisa mencakup beberapa ciri berikut:


Lobbying dan Pengaruh Kepentingan Bisnis: Oknum wakil rakyat mungkin berusaha melindungi kepentingan industri tertentu, termasuk cokelat dan gula pasir, yang dapat mempengaruhi keputusan mereka dalam mengalokasikan anggaran. Mereka mungkin lebih cenderung mendukung regulasi atau kebijakan yang menguntungkan sektor-sektor tertentu daripada memprioritaskan pendanaan untuk pendidikan.



Korupsi dan Suap: Tidak jarang terjadi kasus di mana oknum wakil rakyat menerima suap atau melakukan korupsi untuk mempengaruhi alokasi anggaran. Hal ini bisa menghambat alokasi dana yang tepat untuk sektor pendidikan karena dana tersebut dialihkan untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.



Manipulasi Alokasi Anggaran: Oknum tersebut mungkin terlibat dalam manipulasi alokasi anggaran yang menguntungkan proyek atau daerah tertentu, yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan nyata atau prioritas nasional, seperti pendidikan.



Pengabaian Regulasi: Dalam beberapa kasus, oknum wakil rakyat mungkin mengabaikan regulasi atau kebijakan yang sudah ada yang dimaksudkan untuk mendukung sektor pendidikan, dengan tujuan untuk mendorong kepentingan industri tertentu.


Kurangnya Transparansi: Seringkali, proses pembuatan kebijakan dan alokasi anggaran tidak transparan, sehingga sulit untuk melacak bagaimana dan mengapa keputusan tertentu dibuat. Hal ini memungkinkan oknum wakil rakyat untuk mengambil keputusan yang mungkin tidak mendukung pendidikan secara efektif.







Skema Contoh RUU untuk Mengatur RKUHP dan Kewajiban Penggunaan QRIS

Judul: Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kewajiban Penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS)


Latar Belakang:


Kurangnya transparansi dalam proses pembuatan kebijakan dan alokasi anggaran di bidang pendidikan.


Kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh oknum wakil rakyat dalam pengambilan keputusan.


Pentingnya meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas penggunaan dana pendidikan.


Perkembangan teknologi digital yang memungkinkan penerapan sistem pembayaran yang lebih transparan dan efisien.



Tujuan:


Meningkatkan transparansi dalam proses pembuatan kebijakan dan alokasi anggaran di bidang pendidikan.


Mencegah penyalahgunaan wewenang oleh oknum wakil rakyat dalam pengambilan keputusan.


Meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas penggunaan dana pendidikan.



Mempermudah dan mempercepat transaksi keuangan di bidang pendidikan.

Materi Muatan:


Bab I: Ketentuan Umum


Pasal 1: Mengatur tentang pengertian RKUHP, QRIS, dan tujuan RUU ini.

Pasal 2: Mengatur tentang asas-asas penyelenggaraan pendidikan.


Bab II: Transparansi dalam Proses Pembuatan Kebijakan dan Alokasi Anggaran


Pasal 3: Mewajibkan pemerintah dan DPR untuk mempublikasikan secara berkala informasi tentang proses pembuatan kebijakan dan alokasi anggaran di bidang pendidikan.


Pasal 4: Mewajibkan pemerintah dan DPR untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan alokasi anggaran di bidang pendidikan.


Pasal 5: Menetapkan sanksi bagi pihak yang tidak mematuhi ketentuan tentang transparansi dalam proses pembuatan kebijakan dan alokasi anggaran.


Bab III: Kewajiban Penggunaan QRIS


Pasal 6: Mewajibkan semua sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan lainnya untuk menggunakan QRIS dalam menerima pembayaran dari siswa, mahasiswa, dan pihak lain.






Contoh Daftar RKUHP yang Dapat Memperkuat RUU Baru PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 22/23/PBI/2020  Pasal 37

Berikut adalah daftar RKUHP yang dapat memperkuat RUU baru PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 22/23/PBI/2020  Pasal 37 agar QRIS menjadi kewajiban:


1. RKUHP tentang Transaksi Elektronik:


RKUH ini mengatur tentang transaksi elektronik, termasuk pembayaran digital.

RKUH ini dapat digunakan untuk memperkuat ketentuan tentang kewajiban penggunaan QRIS dalam transaksi keuangan.

Contoh pasal yang dapat digunakan:

Pasal 22: "Setiap orang yang melakukan transaksi elektronik wajib menggunakan sistem pembayaran yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia."

Pasal 23: "Bank Indonesia menetapkan sistem pembayaran yang wajib digunakan dalam transaksi elektronik."




2. RKUH tentang Perlindungan Konsumen:


RKUH ini mengatur tentang perlindungan konsumen dalam transaksi elektronik.


RKUH ini dapat digunakan untuk memastikan bahwa konsumen memiliki akses yang mudah dan aman terhadap QRIS.


Contoh pasal yang dapat digunakan:

Pasal 27: "Pelaku usaha wajib menyediakan sistem pembayaran yang mudah diakses dan aman bagi konsumen."


Pasal 28: "Pelaku usaha wajib memberikan informasi yang jelas dan lengkap tentang sistem pembayaran yang digunakan."


3. RKUH tentang Pajak:


RKUH ini mengatur tentang pajak yang dikenakan atas transaksi elektronik.

RKUH ini dapat digunakan untuk mendorong penggunaan QRIS dengan memberikan insentif pajak bagi pelaku usaha dan konsumen.


Contoh pasal yang dapat digunakan:

Pasal 10: "Transaksi elektronik yang dilakukan melalui sistem pembayaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dikenakan pajak yang lebih rendah."

Pasal 11: "Konsumen yang menggunakan QRIS dalam transaksi elektronik berhak atas pengurangan pajak penghasilan."


4. RKUH tentang UMKM:


RKUH ini mengatur tentang pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

RKUH ini dapat digunakan untuk mendorong UMKM untuk menggunakan QRIS dengan memberikan pelatihan dan pendampingan.


Contoh pasal yang dapat digunakan:

Pasal 20: "Pemerintah wajib memberikan pelatihan dan pendampingan kepada UMKM untuk menggunakan sistem pembayaran digital."


Pasal 21: "UMKM yang menggunakan QRIS dalam transaksi keuangan berhak atas akses permodalan yang lebih mudah."


5. RKUH tentang Ekonomi Digital:


RKUH ini mengatur tentang pengembangan ekonomi digital di Indonesia.

RKUH ini dapat digunakan untuk menjadikan QRIS sebagai salah satu infrastruktur utama dalam ekonomi digital.



Contoh pasal yang dapat digunakan:

Pasal 15: "Pemerintah wajib mengembangkan sistem pembayaran digital yang aman, efisien, dan mudah diakses oleh masyarakat."


Pasal 16: "Pemerintah wajib mendorong penggunaan sistem pembayaran digital dalam transaksi keuangan di Indonesia."



Kesimpulan:


Dengan memperkuat RUU baru PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 22/23/PBI/2020  Pasal 37 melalui RKUH-RKUH yang disebutkan di atas, QRIS dapat menjadi kewajiban dan mendorong terciptanya sistem pembayaran yang lebih transparan, akuntabel, dan efisien di Indonesia.








Pasal 7: Menetapkan sanksi bagi sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan lainnya yang tidak mematuhi ketentuan tentang kewajiban penggunaan QRIS.



Bab IV: Ketentuan Penutup


Pasal 8: Mengatur tentang ketentuan berlakunya RUU ini.

Manfaat:


Meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan DPR dalam pengelolaan dana pendidikan.


Mendorong terciptanya good governance di bidang pendidikan.


Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pendidikan.


Mempermudah dan mempercepat transaksi keuangan di bidang pendidikan.

Pihak yang Diharapkan Mendukung:


Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Masyarakat luas, termasuk organisasi mahasiswa, organisasi masyarakat sipil, dan pemerhati pendidikan

Penutup:


Dengan disahkannya RUU ini, diharapkan dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas pengelolaan dana pendidikan di Indonesia.


Catatan:


Skema ini hanya contoh dan dapat diubah atau ditambahkan sesuai dengan kebutuhan.

Penting untuk melibatkan berbagai pihak dalam proses penyusunan RUU ini, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi pendidikan.










Pengabaian Masukan dari Ahli atau Kajian: Mengabaikan masukan dari para ahli pendidikan atau hasil kajian yang mendukung peningkatan investasi di sektor pendidikan, dan lebih memprioritaskan kebijakan yang mendukung kepentingan industri tertentu.


Pemahaman akan ciri-ciri ini penting untuk mengidentifikasi dan menangani pengaruh negatif yang mungkin terjadi dalam proses alokasi anggaran RAPBN, terutama yang berhubungan dengan pendidikan dan investasi di sektor industri strategis seperti cokelat dan gula pasir.










Contoh Kerugian Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X Bila Gagal Mengesahkan RUU Terkait Aspirasi Menindaklanjuti RUU Pengentasan Pengangguran dan Tinggi Inflasi

Berikut adalah beberapa kerugian yang mungkin ditanggung oleh Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X bila gagal mengesahkan RUU terkait aspirasi menindaklanjuti RUU Pengentasan Pengangguran dan Tinggi Inflasi:


1. Kehilangan Kepercayaan Masyarakat:


Masyarakat yang memiliki aspirasi terkait pengentasan pengangguran dan tinggi inflasi mungkin akan kehilangan kepercayaan kepada DPR RI bila RUU tersebut gagal disahkan.


Hal ini dapat berdampak negatif pada citra DPR RI dan dapat menurunkan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu berikutnya.



2. Memperparah Masalah Pengangguran dan Inflasi:


Jika RUU tersebut tidak disahkan, maka masalah pengangguran dan inflasi di Indonesia mungkin akan semakin parah.


Hal ini dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial, dan kualitas hidup masyarakat.


3. Kehilangan Peluang untuk Membantu Masyarakat:


RUU tersebut merupakan peluang bagi DPR RI untuk membantu masyarakat dalam mengatasi masalah pengangguran dan inflasi.

Jika RUU tersebut gagal disahkan, maka DPR RI akan kehilangan peluang untuk membantu masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan mereka.



4. Ketidakmampuan untuk Memenuhi Janji Politik:


Beberapa anggota DPR RI mungkin telah berjanji kepada konstituen mereka untuk mendukung RUU tersebut selama kampanye pemilihan umum.

Jika RUU tersebut gagal disahkan, maka anggota DPR RI tersebut mungkin akan dianggap tidak mampu memenuhi janji politik mereka.



5. Kehilangan Dukungan dari Partai Politik:


Kegagalan untuk mengesahkan RUU tersebut mungkin dapat menyebabkan anggota DPR RI kehilangan dukungan dari partai politik mereka.

Hal ini dapat berdampak negatif pada karir politik mereka.


6. Dampak Negatif pada Reputasi Pribadi:


Kegagalan untuk mengesahkan RUU tersebut mungkin dapat mencemarkan nama baik anggota DPR RI secara pribadi.


Hal ini dapat berdampak negatif pada kehidupan pribadi dan profesional



Penting untuk dicatat bahwa ini hanyalah beberapa kemungkinan kerugian yang mungkin ditanggung oleh Yang Mulia Bapak/Ibu Anggota DPR RI Komisi X bila gagal mengesahkan RUU tersebut.


Kerugian yang sebenarnya mungkin berbeda-beda tergantung pada individu dan situasi masing-masing.








Oleh karena itu, mari kita bersatu, bahu membahu membangun ekonomi yang adil dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia!




Saya yakin, dengan langkah yang tepat, kita dapat mewujudkan cita-cita untuk menjadikan rakyat Indonesia sejahtera. Pengangguran dan inflasi dapat ditekan, dan ekonomi bangsa akan semakin kokoh.


Mari bahu-membahu, bergandengan tangan untuk membangun negeri ini.




Hormat saya,


Rakyat Indonesia


Comments